Pages - Menu

Minggu, 07 September 2014

TRAILER BUKU "Semarang Itu . . ." . [On Going]

sedikin kilasan tentang buku yang akan dibuat -lagi- hehehe. yaitu melanjutkan cerita Semarang itu. . .
berisi tentang tempat2 horror disemarang dan cerita dibaliknya.

Chapter 2. A little piece of History
“Woi, angkat lagi!” teriak Parman mandor bangunan. Pada masa ini, gedung C masih dalam tahap penyelesaian. Sudah mencakup 5 lantai, kurang genting pada bagian atas.
“Segini cukup?!” teriak Usman, kuli bangunannya yang sedang memasang kayu untuk atap.
“Oke!”.
***
Gedung C adalah gedung baru di Kampus. Hanya saja setelah pembangunannya selesai seratus persen. Tidak ada yang meruwat gedung itu. Atau dalam kata lain, belum ada  selamatan. Sehingga, gedung C yang sudah megah dengan lima lantai itu bagaikan rumah mewah untuk para penunggu pohon dan parkiran disamping kantin, menyebabkan gedung c memiliki energi negatif yang sangatlah banyak.
Hingga tiba kejadian pertama saat Gedung ini dipasang sebuah lift.

Pada Selasa Kliwon, pagi itu para pekerja sudah berkumpul untuk membangun sebuah lift pada gedung C.
Seperti yang dulu, Parman bertugas sebagai mandor untuk memantau pembangunan.
Bambu demi bambu telah dirakit menjadi pijakan-pijakan yang kuat. Didirikan dari lantai satu hingga lantai dua, sekitar 10-15 meter.
Pengeboran lantai dijalani dengan manual. Mulai lantai satu untuk membuat pondasi dan tali. Kemudian lantai dua.
Pada saat lantai dua ini, terjadi insiden pertama yang terjadi di gedung C.
Usman, perlahan-lahan tetapi dengan mantap memukulkan palunya untuk membuat lubang di lantai 3. tanpa membawa pengamanan apa-apa, pecahan tembok masuk ke matanya, membuatnya tak seimbang.
AAAAAAAA. KKRAK!!. Dan jatuh tepat di lobang pondasi lift melewati lubang di lantai 2.
Darah segar mengalir dari kepalanya, tangan dan kakinya patah.  Tulangnya yang putih terlihat mencuat dari tangan kirinya.
HOEEEKKK. Seorang pekerja muntah dan pingsan melihat keadaan temannya yang mengenaskan.
Tidak beberapa laama, polisi datang mengamankan tempat dan membawa Usman untuk diperiksa.
Tubuhnya dimasukan dalam kantong mayat. Dan diangkat oleh derekan pasien.
Tetapi dari pojok ruangan, sepasang mata merah memandangi tubuh yang sudah dibungkus oleh kantong mayat itu.
Perlahan dia mendekat. Menembus tubuh para pekerja. Hingga tepat berada di depan  mayat Usman.  Tangannya yang biru menembus kantong itu, diam, lalu di tarik kembali.
Dia memuatar, kembali ke dalam. Sekali lagi menembus para pekerja. Dan kembali ke tempatnya yang semula.
Hanya saja, di tempat dia berdiri. Ada suatu sosok yang menemaninya dengan tubuh lunglai.
Usman.
***
“Kenapa mukamu pucat Rud?”
“Eh. Nggak, nggak apa-apa. Aku pulang duluan ya. Badanku jadi nggak enak. Ijinin sama atasan ya nanti, urusannya biar aku yang tanggung,” kaya Rudi kemudian mengambil tasnya dan ngelunyur keluar meninggalkan gedung C.
‘Aneh,’ itu batin Erwin sambil memegang senternya.

Tak terasa dari sudut ruangan dari samping lift, sesosok makhluk berbaju putih memandangnya dengan mata yang mencucurkan darah dan mulut yang menyeringai. Tangannya yang bergetar pelan itu memegang suatu kertas putih yang bernoda darah di salah satu sisinya. Kabur, buram, hanya tereja dua kata. ‘TOLONG AKU.’ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar